Kamis, 23 Oktober 2014

refleksi perkuliahan filsafat ilmu



Ilustrasi
Hari itu para mahasiswa disuruh membuat pertanyaan minimal satu pertanyaan yang akan diajukan kepada pak marsigit. Pertanyaan tersebut ditulis dalam suatu kertas kemudian dikumpulkan dan di baca satu persatu oleh pak marsigit.
Mahasiswa
Bagaimana menurut Bapak tentang pernikahan yang beda agama?
Pak Marsigit
Oke ini adalah pertanyaan dari sdri Ni Kadek yang bagus ya. Saya tidak akan menjawab langsung pertanyaan tersebut akan tetapi disini saya sudah mengalami asam garam pahit manisnya dunia jadi sedikit banyak pengalam saya lebih dari kalian. Baik di desa tempat Saya tinggal ada sepasang suami istri yang agamanya berbeda. Sang suami beragama islam tetapi sang istri beraga Kristen. Selama ini sebagai tetangga mengetahui hubungan mereka baik baik saja harmonis seperti pasangan suami istri yang lain juga, akan tetapi ituterlihat diluarnya saja. Pernah tersirat dalam pikiran saya tentang mreka, apakah mreka bahagia dan harmonis dalam menjalankan hubungan yang seperti ini??? Pasangan suami istri yang berbeda agama ini tampak begitu harmonis walopun dalam urusan spiritual mreka masih sendiri sendiri, seperti halnya sang suami masih sering ke masjid begitu juga sang istri yang masih dengan rutinitasnya ke gereja dengan diantar sang suami.
Berbeda dengan saya yang seagama dalam menjalin hubungan suami istri, segala hal akan tampak harmonis baik dalam dunia agama maupun yang lain. Jadi segala sesuatu dapat dirundingkan bersama sama apalagi dalam urusan agama tidak lagi sendiri sendiri tetapi bersama sama menggapai keridhoan Sang Kuasa.
Kesimpulan
Walaupun perniakahan beda agama kadang terlihat tidak ada masalah (harmonis) akan tetapi alangkah lebih baiknya apabila pernikahan itu terjadi oleh dua manusia yang sama agamanya, karena akan lebih mudah dalam mengkomunikasikan segala masalah apalagi masalah agama yang tingkatannya ada di paling atas dalam tingkatan ilmu manusia. Jadi Allah akan lebih meridhoi apa yang kita perbuat, semoga kita selalu dalam lindungan Allah SWT.
Demikianlah refleksi yang dapat saya ambil dari pembelajaran filsafat ilmu oleh Bpk. Marsigit

Rabu, 22 Oktober 2014

refleksi perkuliahan filsafat ilmu



Di dalam filsafat segala sesuatunya berpangkal dari sesuatu yang ada. “Ada” mempunyai bermilyar-milyar sifat. Ada yang di dalam dipikiran, ada yang diluar pikiran, ada yang satu, ada yang banyak. Hal tersebut menghasilkan aliran filsafat. Misalkan saja kita ambil satu sifat, ada yang tetap dan ada yang berubah.  Ada yang tetap ini tokohnya adalah Perminides dan ada yang berubah ini tokohnya adalah Heraclitos. Sekarang berfilsafat sudah cukup mudah karena sudah mempunyai alat. Artinya yang tetap, tetap apanya tergantung dari konteks dan yang berubah, berubah apanya tergantung dari konteksnya juga. Berbeda dengan jaman dahulu, mungkin sampai terjadi perkelahian untuk menetukan itu tetap atau itu berubah. Hal tersebut terjadi karena kurang paham atau terlalu sensitive terhadap ruang dan waktu.
Ternyata yang lebih tetap itu adalah apa yang ada di dalam pikiran yaitu ide dan yang berubah itu adalah yang ada di luar pikiran yaitu real (realism). Tokoh yang mendukung bahwa yang ada itu bersifat tetap adalah Plato dan tokoh yang mendukung bahwa yang ada itu bersifat berubah adalah Aristoteles. Kemudian Socrates mungkin tergolong pada pencari yang idealis, mencari yang bisa dipegang secara tetap. sehingga dengan segala variasinya logikanya ke rasio sehingga muncul (rasionalism) sedangkan yang sebaliknya logika ke pegalaman muncul (empirisism).
Kemudian terjadi bentrok yang luar biasa pada abad ke 15-16 antara dua kubu yaitu rasionalism dan empiricism keduanya mengklaim berdasarkan dunianya masing-masing.
“Tiada ilmu kalau tanpa rasio”
“Tiada ilmu kalau tanpa pengalaman”
Masing- masing berebut benar, maka munculah juru damai dan karena dia dimuara maka lengkaplah dia. Dia bisa disebut rasionalism, empiricism, idealism, bisa disebut yang tetap, bisa disebut yang berubah, transendentalis dan seterusnya. Maka Immanuel kant menjadi filsuf yang paling lengkap.
“Menurut Kant ilmu adalah gabungan antara pengalaman (sintetik) dan logika (analitik) sehingga menjadi sintetik apriori. Logika saja tanpa pengalaman adalah kosong, sedangkan pengalaman saja tanpa ilmu adalah buta. Oleh sebab itu hakekat mencari ilmu adalah gabungan antara pengalaman dan logika agar kita tidak menjadi buta dan kosong. Oleh karena itu, matematika murni yang hanya mengandalkan analitik terancam sebagai bukan ilmu (hanya separuh ilmu).” 

Kemudian sampai pada ledakan filsafat dengan munculnya tokoh antagonis yaitu August Comte. Dia membuat antitesinya filsafat yaitu “go to hell filsafat”. Comte ingin membangun masyarakat maju syaratnya adalah jangan tonjolkan spiritual. Berangkat dari tradisional. Nah, segala macam persoalan saat ini muncul karena fenomena ini, jika spiritualis paham inilah gendering perang yang sudah ditabuh oleh Comte. Tapi sebagian spiritualis tidak paham. Sementara kita punya cit-cita ideal seperti yang tergambar dalam filsafat Prof. Dr. Marsigit, M.A. yaitu material-formal-normative-spiritual (ini adalah yang diinginkan bangsa kita, bangsa Indonesia, bangsa timur yang beragama). Tetapi menurut Comte spiritual itu menghambat kemajuan jaman. Karena sebagian dianggap tidak rasional atau bersifat irasional. Nah, dari sinilah bermunculan berbagai macam ilmu dasar,ilmu-ilmu murni. Di sisi lain muncul juga ilmu humaniora.
Di luar kesadaran kaum spiritual (bangsa timur) keluar dengan karya nyata dari teknologi, dari industry yang dikembangkan lahirlah fenomena tak terkendali yang disebut sang Power Now. Dimana sang power now membangun struktur dunia yang paling bawah arkaik-tribal-tradisional-peodal-modern-post modern-post post modern. Di sini yang tertinggi adalah rasa ingin tahu tak terbatas. Semua diteliti tanpa ada kendali spiritualitas. Bisa dibayangkan susahnya kehidupan sekarang mengibarkan bendera-bendera spiritualism. Maka berbagai macam kejadian yang kontradiktif akan muncul fenomena kehidupan yang tidak imbang dimana dunia timur dengan spiritualism menunjukan ketidak berdayaannya sementara dunia barat dengan powernow_nya menunjukan kedikdayaannya dengan teknologi.
Hal inilah yang digunakan untuk mengeksploitasi kita. Sehingga akan terjadi fenomen-fenomena kontradiksi, anomaly, kemunafikan, ketidak cocokan, sesuatu yang aneh dan ganjil akan sering terjadi disekitar kita. Misalnya anak kecil seperti orang tua dan sebaliknya orang tua seperti anak kecil. Tidak jauh-jauh sebenarnya masing-masing diri kita sendiri sudah menjadi power now. Contohnya : Kuliah asik lupa sholat, Nonton sesuatu asik lupa berdo’a, dan sebagainya.
Jadi solusinya bagaimana???
Solusinya adalah masih bergaul dengan teknologi namun tetap dengan spiritual, beristigfar tetap mengingat Allah SWT. Karena kita tidak bisa membendung power now. Tatanan Negara tak punya daya (jadi harus mengikuti arus), mau tidak mau jika ingin survive maka teknologi dan spiritual harus tetap jalan.
 

refleksi perkuliahan filsafal ilmu



Dunia Filsafat merupakan sesuatu yang ada dan mungkin ada (pengertian dunia filsafat dalam pembelajaran filsafat ilmu). Oleh karena itu apa yang kita pikirkan dan tidak dapat dipikirkan itulah dunia. Apa yang disekitar kita dan diluar lingkungan kita itulah dunia. Dunia dapat berupa komponen sintesis dari anti-tesis dan tesis yang terkandung didalamnya. Jikalau ingin membangun dunia, maka bangunkanlah pikiran kita untuk memikirkan dunia itu.
Segala yang ada dan yang mungkin ada di dunia  ini menempati ruang dan waktunya masing-masing secara harmonis. Karena setiap unsur di dunia ini telah diciptakan secara seimbang oleh Sang Maha Pencipta. Dalam sebuah artikel yang ditulis oleh Oktaviana dimisalkan bahwa, jika separo dunia itu ontologi, maka separo dunia yang lain adalah tidak ontologi, jika separo dunia itu adalah epistemologi maka separo dunia yang lain adalah tidak epistemologi, jika separo dunia itu adalah aksiologi maka separo dunia yang lain adalah tidak aksiologi, jika separo dunia itu adalah vatal maka separo dunia yang lain adalah fital, jika separo dunia itu adalah filsafat maka separo dunia yang lain adalah penerapannya, jika separo dunia adalah matematika dan pendidikan matematika, maka separo dunia yang lain adalah penerapannya, jika separo dunia adalah subjek maka separo dunia yng lalin adalah predikat, jika separo dunia adalah logos, maka separo dunia yang lain adalah mitos, jika separo dunia adalah apa yang kita pikirkan, maka separo dunia yang lain adalah apa yang kita lakukan, dan seterusnya.
Dalam “Elegi Pemberontakan Pendidikan Matematika : Apakah Matematika Kontradiktif ?” juga dijelaskan bahwa, Secara hakekatnya maka Metode Logika dan Metode Formal yang dikerjakan oleh kaum Logicist-Formalist-Foundationalist barulah mencakup SEPARO DUNIA, yaitu Dunia yang terbebas dari Ruang dan Waktu. Sedangkan Separo Dunia lain yang belum disentuh atau belum digarap oleh kaum Logicit-Formalist-Foundationalis adalah Dunia yang terikat oleh Ruang dan Waktu.  Gabungan kedua Dunia itulah yang kemudian diperoleh Dunia Seutuhnya atau Hakekat Dunia.
Jadi untuk membangun dunia kita masing-masing secara lengkap, maka kita harus mengharmonikan segala yang ada dan yang mungkin ada.