Di
dalam filsafat segala sesuatunya berpangkal dari sesuatu yang ada. “Ada” mempunyai
bermilyar-milyar sifat. Ada yang di dalam dipikiran, ada yang diluar pikiran, ada
yang satu, ada yang banyak. Hal tersebut menghasilkan aliran filsafat. Misalkan
saja kita ambil satu sifat, ada yang tetap dan ada yang berubah. Ada yang tetap ini tokohnya adalah Perminides
dan ada yang berubah ini tokohnya adalah Heraclitos. Sekarang
berfilsafat sudah cukup mudah karena sudah mempunyai alat. Artinya yang tetap,
tetap apanya tergantung dari konteks dan yang berubah, berubah apanya
tergantung dari konteksnya juga. Berbeda dengan jaman dahulu, mungkin sampai
terjadi perkelahian untuk menetukan itu tetap atau itu berubah. Hal tersebut
terjadi karena kurang paham atau terlalu sensitive terhadap ruang dan waktu.
Ternyata
yang lebih tetap itu adalah apa yang ada di dalam pikiran yaitu ide dan yang
berubah itu adalah yang ada di luar pikiran yaitu real (realism). Tokoh yang
mendukung bahwa yang ada itu bersifat tetap adalah Plato dan tokoh yang
mendukung bahwa yang ada itu bersifat berubah adalah Aristoteles. Kemudian
Socrates mungkin tergolong pada pencari yang idealis, mencari yang bisa
dipegang secara tetap. sehingga dengan segala variasinya logikanya ke rasio sehingga
muncul (rasionalism) sedangkan yang sebaliknya logika ke pegalaman muncul
(empirisism).
Kemudian
terjadi bentrok yang luar biasa pada abad ke 15-16 antara dua kubu yaitu rasionalism
dan empiricism keduanya mengklaim berdasarkan dunianya masing-masing.
“Tiada
ilmu kalau tanpa rasio”
“Tiada
ilmu kalau tanpa pengalaman”
Masing-
masing berebut benar, maka munculah juru damai dan karena dia dimuara maka
lengkaplah dia. Dia bisa disebut rasionalism, empiricism, idealism, bisa
disebut yang tetap, bisa disebut yang berubah, transendentalis dan seterusnya.
Maka Immanuel kant menjadi filsuf yang paling lengkap.
“Menurut
Kant ilmu adalah gabungan antara pengalaman (sintetik) dan logika (analitik)
sehingga menjadi sintetik apriori. Logika saja tanpa pengalaman adalah kosong,
sedangkan pengalaman saja tanpa ilmu adalah buta. Oleh sebab itu hakekat
mencari ilmu adalah gabungan antara pengalaman dan logika agar kita tidak
menjadi buta dan kosong. Oleh karena itu, matematika murni yang hanya
mengandalkan analitik terancam sebagai bukan ilmu (hanya separuh ilmu).”
Kemudian
sampai pada ledakan filsafat dengan munculnya tokoh antagonis yaitu August
Comte. Dia membuat antitesinya filsafat yaitu “go to hell filsafat”. Comte
ingin membangun masyarakat maju syaratnya adalah jangan tonjolkan spiritual.
Berangkat dari tradisional. Nah, segala macam persoalan saat ini muncul karena
fenomena ini, jika spiritualis paham inilah gendering perang yang sudah ditabuh
oleh Comte. Tapi sebagian spiritualis tidak paham. Sementara kita punya
cit-cita ideal seperti yang tergambar dalam filsafat Prof. Dr. Marsigit, M.A.
yaitu material-formal-normative-spiritual (ini adalah yang diinginkan bangsa
kita, bangsa Indonesia, bangsa timur yang beragama). Tetapi menurut Comte
spiritual itu menghambat kemajuan jaman. Karena sebagian dianggap tidak
rasional atau bersifat irasional. Nah, dari sinilah bermunculan berbagai macam
ilmu dasar,ilmu-ilmu murni. Di sisi lain muncul juga ilmu humaniora.
Di luar kesadaran kaum
spiritual (bangsa timur) keluar dengan karya nyata dari teknologi, dari
industry yang dikembangkan lahirlah fenomena tak terkendali yang disebut sang Power
Now. Dimana sang power now membangun struktur dunia yang paling bawah arkaik-tribal-tradisional-peodal-modern-post
modern-post post modern. Di sini yang tertinggi adalah rasa ingin tahu tak
terbatas. Semua diteliti tanpa ada kendali spiritualitas. Bisa dibayangkan
susahnya kehidupan sekarang mengibarkan bendera-bendera spiritualism. Maka
berbagai macam kejadian yang kontradiktif akan muncul fenomena kehidupan yang
tidak imbang dimana dunia timur dengan spiritualism menunjukan ketidak
berdayaannya sementara dunia barat dengan powernow_nya menunjukan
kedikdayaannya dengan teknologi.
Hal
inilah yang digunakan untuk mengeksploitasi kita. Sehingga akan terjadi
fenomen-fenomena kontradiksi, anomaly, kemunafikan, ketidak cocokan, sesuatu
yang aneh dan ganjil akan sering terjadi disekitar kita. Misalnya anak kecil
seperti orang tua dan sebaliknya orang tua seperti anak kecil. Tidak jauh-jauh
sebenarnya masing-masing diri kita sendiri sudah menjadi power now. Contohnya :
Kuliah asik lupa sholat, Nonton sesuatu asik lupa berdo’a, dan sebagainya.
Jadi
solusinya bagaimana???
Solusinya
adalah masih bergaul dengan teknologi namun tetap dengan spiritual, beristigfar
tetap mengingat Allah SWT. Karena kita tidak bisa membendung power now. Tatanan
Negara tak punya daya (jadi harus mengikuti arus), mau tidak mau jika ingin
survive maka teknologi dan spiritual harus tetap jalan.